
Mengamalkan “Sunnah” Butuh Pemahaman Ilmu
Oleh: Muhammad Kholil, M.S.I.
Melaksanakan sunnah harus disesuaikan dengan waktu, tempat dan keadaan. Sekarang banyak orang yang semangat mengamalkan sunnah, tapi sama sekali tidak paham ketentuannya. Hanya modal semangat yang tanpa didasari pemahaman keilmuan.
Saya ingat cerita Syekh Muhammad al-Ghazali, salah seorang grand master (guru besar) Al-Azhar University. Suatu ketika saat beliau menyampaikan kuliah, duduklah salah satu murid tepat di depan beliau.
Murid itu setiap saat bersiwak. Ia terus menggerakkan siwak di mulutnya, ke kanan, ke kiri, terus menerus. Sesekali ia biarkan siwak itu menempel di mulutnya, lalu ia kembali bersiwak dan menggerakkannya dengan tangan ke kanan dan ke kiri.
Syekh merasa terganggu konsentrasinya. Gerakannya terlalu sering hingga mengganggu fokus.
“Nak, tolong sudahi siwakanmu itu. Kamu mengganggu konsentrasi saya,” kata syekh kepada murid tersebut.
“Wahai, syekh! ini sunnah nabi. Apakah anda mengingkari sunnah?,” jawabnya dengan suara meninggi semangat.
Syekh diam dan terkejut atas jawaban tadi, lalu menjawab dengan lembut:
“Nak, mencabut bulu ketiak itu juga sunnah, apakah kamu akan mencabutinya di majelis ini juga?”
Seisi ruangan tertawa. Ia akhirnya malu. Ini akibat dia kurang wawasan akan sunnah. Tidak memperhatikan waktu dan tempat, juga keadaan. Ilmu adalah dasar dalam melaksanakan sunnah dengan baik.
(Dikisahkan oleh: Habib Ali al-Jufri)