Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan Transformasional

Oleh: Muhamad Adi Suja’i, S.E., M.Pd.

Dewasa ini perkembangan manajemen dan kepemimpinan dalam suatu organisasi apapun merupakan hal penting dan perlu mendapatkan perhatian. Tanpa adanya suatu manajemen dan kepemimpinan yang baik dan aspiratif, upaya perubahan dan optimalisasi pencapaian kinerja dan tujuan organisasi akan sulit dicapai dan mungkin saja tidak menghasilkan apapun. Lalu akan muncul berbagai pertanyaan, antara lain: Apakah “Manajemen” dan “Kepemimpinan” itu?. Apa perbedaan kedua hal tersebut?. Pertanyaanpertanyaan tersebut sudah sering ditanyakan dan kerap kali juga sudah dijawab dengan berbagai pendekatan, baik dari pendekatan praktis maupun dari pendekatan teoritis empiris organisasional.

Sudah banyak pakar dan praktisi manajemen dan organisasi memberikan batasan-batasan, baik secara umum maupun secara spesifik mengenai perbedaan manajemen dan kepemimpinan yang selanjutnya kita baca dalam pengertian seorang manajer dan seorang pemimpin. Dari berbagai batasan yang diberikan terdapat suatu benang merah bahwa perbedaan antara manajemen dan kepemimpinan bersumber dari masalah motivasi yang dapat mendorong serta menggerakkan orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk melakukan atau mengikuti acuan dan perintah yang diberikan.

Seorang manajer definitif memiliki bawahan (subordinates) dan secara posisional otoritas mereka menerima power jabatan yang diberikan secara formal. Gaya manajemen yang biasa digunakan adalah transaksional yang lebih mengarah pada stabilitas pekerjaan, pengelolaan pekerjaan, objektivitas, kontrol, peraturan-peraturan. Gaya ini akan terlihat pada saat seorang manajer meminta bawahannya melakukan sesuatu dan orientasi para bawahan memiliki tendensi kepada pertimbangan sejumlah nominal uang (upah atau gaji) yang akan diterima setelah melakukan pekerjaan tersebut.

Seorang pemimpin tidak memiliki bawahan, tetapi ia memiliki para pengikut (followers) yang biasanya mengikuti pemimpin ini atas kesadaran masing-masing. Seorang pemimpin kerap mendapatkan power-nya secara tidak formal, antara lain dapat berasal dari karisma personalitas diri, yang membuat para pengikut merasa terinspirasi untuk mengikuti dan menjadikannya sebagai pemimpin. Gaya manajemen yang terjadi biasanya adalah transformasional yang mengarah pada perubahan dinamis, tantangan, visioner, perasaan-hati, nilai, motivasional, serta inovasi.

Dalam kepemimpinan terdapat bermacam-macam gaya kepemimpinan dengan masing-masing keterbatasan dan kelebihannya. Berikut beberapa gaya kepemimpinan yang kerap kita lihat atau alami saat ini :

  1. Kediktatoran, gaya kepemimpinan kediktatoran cenderung mempertahankan diri atas kekuasaan dan kewenangannya dalam pembuatan keputusan.
  2. Demokrasi relatif, gaya kepemimpinan ini lebih lunak dari gaya kediktatoran, dan kepemimpinan ini berusaha memastikan bahwa kelompoknya mendapatkan informasi memadai dan berpartisipasi dalam tujuan tim sebagai satu entitas.
  3. Kemitraan, gaya kepemimpinan ini mengaburkan batas antara pemimpin dan para anggotanya, dengan suatu kesejajaran dan berbagi tanggung jawab.
  4. Transformasional, gaya kepemimpinan yang mampu mendatangkan perubahan di dalam diri setiap individu yang terlibat dan/atau bagi seluruh organisasi untuk mencapai kinerja yang semakin tinggi.

Salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional (Bass, 1990). Gagasan awal mengenai gaya kepemimpinan transformasional ini dikembangkan oleh James MacFregor Gurns yang menerapkannya dalam konteks politik. Gagasan ini selanjutnya disempurnakan serta diperkenalkan ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass (Berry dan Houston, 1993).

Selanjutnya Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997; Keller, 1992) mengembangkan konsep kepemimpinan transformasional dengan berlandaskan pada pendapat Maslow mengenai hirarki kebutuhan manusia. Menurut Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) keterkaitan tersebut dapat dipahami dengan gagasan bahwa kebutuhan karyawan yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan rasa aman hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transaksional. Sebaliknya, Keller (1992) mengemukakan bahwa kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri, hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transformasional.

Seorang pemimpin transformasional dapat diukur dalam hubungannya dengan efek pemimpin tersebut terhadap para pengikutnya. Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pemimpin tersebut dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan terhadap mereka.

Seorang pemimpin transformasional memotivasi para pengikut dengan membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil pekerjaan, mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau negara daripada kepentingan diri sendiri dan mengaktifkan (menstimulus) kebutuhan-kebutuhan mereka yang lebih tinggi.

Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional, Bass (dalam Howell dan Hall-Merenda, 1999) mengemukakan adanya empat karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu:

  1. karisma;
  2. inspirasional;
  3. stimulasi intelektual; dan
  4. perhatian individual.

Kharisma dapat didefinisikan sebagai sebuah proses dimana seorang pemimpin mempengaruhi para pengikut dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan identifikasi dengan pemimpin tersebut. Stimulasi intelektual adalah sebuah proses dimana para pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikut terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang masalah-masalah dari prespektif yang baru. Perhatian yang diindividualisasi termasuk memberikan dukungan, membesarkan hati dan memberi pengalaman-pengalaman tentang pengembangan diri kepada pengikut.

Seseorang dengan kepemimpinan transformasional akan sangat efektif bila mempunyai karakteristik kepemimpinan visioner, karena visi mencerminkan ambisi, daya tarik besar, hasrat semangat dan keadaan atau perwujudan ideal dimasa depandapat dianggap sebagai impian yang ingin diwujudkan.

Karakteristik pemimpin visioner adalah yang pertama sebagai penentu arah dimana kepala sekolah harus mampu menyusun langkah berbagai sasaran yang dapat diterima sebagai suatu kemajuan riil oleh semua elemen sekolah. Seperti nahkoda, kepala sekolah harus mampu menentukan arah lembaga dalam situasi dan kondisi apapun dengan langkah-langkah yang tepat untuk mengamankan, menyelamatkan atau dalam memajukan sekolahan dengan langkah revolusioner sekalipun (bila benar-benar dibutuhkan).

Yang kedua sebagai agen perubahan kepala sekolah harus mampu mengantipasai berbagai perkembangan di dunia luar, memperkirakan implikasinya terhadap organisasi lembaga pendidikannya, menciptakan sense of urgency dan prioritas bagi perubahan yang disyaratkan oleh visi, mempromosikan eksperimentasi dan memberdayakan orang-orang untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan. Gambaran sederhana pemimpin sebagai agen perubahan adalah guru yang tadinya disiplin menjadi berdisiplin tinggi, warga sekolah yang tadinya membuang sampah sembarangan menjadi membuang sampah pada tempatnya.

Yang ketiga sebagai orator ulung, yang mampu mengkomunikasikan visi dan misinya kepada warga sekolah sehingga warga sekolah antusias mendengarkan dengan penuh perhatian ketika kepala sekolah tersebut memberi pencerahan. Selain itu pemimpin juga harus bisa berdiplomasi di luar sekolah untuk mempromosikan berbagai gagasannya yang orsinil dan universal.

Yang keempat sebagai guru dan pemberi teladan yang baik, kepala sekolah harus sanggup dan mampu dijadikan cermin bagi warga sekolah dan sanggup menjadi tauladan yang baik kepada siapapun. Kepala sekolah harus menjaga ahlaknya karena kepala sekolah sebagai pemimpin menjadi pusat perhatian, pemimpin juga harus menciptakan banyak karya dan keberhasilan sebab kepala sekolah akan dicontoh oleh warga sekolahnya.

Terdapat empat faktor untuk menuju kepemimpinan tranformasional, yang dikenal sebutan 4 I, yaitu : idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan individual consideration.

  1. Idealized influence: kepala sekolah merupakan sosok ideal yang dapat dijadikan sebagai panutan bagi guru dan karyawannya, dipercaya, dihormati dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan sekolah.
  2. Inspirational motivation: kepala sekolah dapat memotivasi seluruh guru dan karyawannnya untuk memiliki komitmen terhadap visi organisasi dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan di sekolah.
  3. Intellectual Stimulation: kepala sekolah dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi di kalangan guru dan stafnya dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan sekolah ke arah yang lebih baik.
  4. Individual consideration: kepala sekolah dapat bertindak sebagai pelatih dan penasihat bagi guru dan stafnya.

Berdasarkan hasil kajian literatur yang dilakukan, Northouse (2001) menyimpulkan bahwa seseorang yang dapat menampilkan kepemimpinan transformasional ternyata dapat lebih menunjukkan sebagai seorang pemimpin yang efektif dengan hasil kerja yang lebih baik. Oleh karena itu, merupakan hal yang amat menguntungkan jika para kepala sekolah dapat menerapkan kepemimpinan transformasional di sekolahnya.

Karena kepemimpinan transformasional merupakan sebuah rentang yang luas tentang aspek-aspek kepemimpinan, maka untuk bisa menjadi seorang pemimpin transformasional yang efektif membutuhkan suatu proses dan memerlukan usaha sadar dan sunggug-sungguh dari yang bersangkutan. Northouse (2001) memberikan beberapa tips untuk menerapkan kepemimpinan transformasional, yakni sebagai berikut:

  1. Berdayakan seluruh bawahan untuk melakukan hal yang terbaik untuk organisasi
  2. Berusaha menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai yang tinggi
  3. Dengarkan semua pemikiran bawahan untuk mengembangkan semangat kerja sama
  4. Ciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi
  5. Bertindak sebagai agen perubahan dalam organisasi dengan memberikan contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu perubahan
  6. Menolong organisasi dengan cara menolong orang lain untuk berkontribusi terhadap organisasi

Sejauhmana pemimpin dikatakan sebagai pemimpin transformasional, Bass (1990) dan Koh, dkk. (1995) mengemukakan bahwa hal tersebut dapat diukur dalam hubungan dengan pengaruh pemimpin tersebut berhadapan karyawan. Oleh karena itu, Bass (1990) mengemukakan ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan:

  1. mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha;
  2. mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan
  3. meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri.