
Antara ATTITUDE, KNOWLEDGE dan SKILL
Oleh: Tobroni, M.Pd., M.Si. (Ketua STKIP NU Indramayu)
Setiap kali selesai menguji sidang skripsi selalu saya tutup dengan pesan-pesan khusus tentang “Professional Image.”
Kemudian muncul pertanyaan mendasar dari salah seorang mahasiswa :
“Pak, apakah ada lulusan S-1 yang menganggur?”
Saya jawab, “Banyak, jangankan lulusan S-1, mereka yang sudah lulus S-2 dan S-3 pun ada yang menganggur.”
Mereka melongo, menatap saya tak berkedip. Mungkin membayangkan biaya yang sudah dikeluarkan oleh orang tua untuk membiayai kuliah, apalagi sampai S-3.
Ketahuilah, ada tiga hal yang harus kalian kuasai untuk bisa lolos seleksi alam. Mengapa saya katakan “seleksi alam”? Karena ternyata tiga hal ini bukan hanya berlaku untuk para “calon sarjana” belaka, tapi juga berlaku untuk semua lini profesi.
Apa 3 hal itu?
1. Attitude (Moral)
2. Knowledge (Ilmu Pengetahuan)
3. Skill (Keterampilan)
Mengapa Attitude (Moral) ada di urutan pertama ? Karena knowledge bisa dibaca, bisa dipelajari. Skill bisa dilatih. Tapi Attitude itu pembangunan mental, pembangunan moral dan ini prosesnya terlatih sejak dini.
Mereka yang memiliki attitude bagus sudah terbiasa melakukan hal-hal yang benar dan jujur. Tidak nyaman saat merasa curang. Ini tidak tercipta tiba-tiba. Mental ini tidak bisa dibangun begitu saja, tapi melalui proses kebiasaan-kebiasaan yang benar, dan mental ini sudah tertanam sejak dini, bahkan mungkin sejak di dalam kandungan. Attitude ini sangat erat dengan yang namanya “adab.” Mereka yang memiliki “good attitude” adalah mereka yang beradab.
Berarti tidak masalah dong Pak, kalau kita tidak punya knowledge dan skill, yang penting attitude-nya bagus?
Tetap masalah. Mereka yang hanya punya attitude tapi tidak punya knowledge dan skill, hanya jadi orang baik saja. Maaf kalau saya katakan, hanya jadi kacung yang jujur, hanya bisa pasrah, menangis, tak berdaya, berharap datang keajaiban. Persis seperti di sinetron-sinetron. Orang baik yang minim knowledge dan skill tidak akan bisa berbuat banyak untuk orang lain. Hanya bisa menyimpan rasa sesal dalam hati.
Lantas bagaimana bila hanya memiliki knowledge tanpa attitude dan skill? Orang-orang ini akan bermulut besar. Merasa paling hebat dengan pengetahuannya dan tidak tahu kapan harus diam. Diibaratkan orang yang paham dengan rambu-rambu lalu lintas, hanya saja tidak bisa nyetir, tetapi komentar terus menurut idealismenya sendiri. Harusnya begini, harusnya begitu. Pengetahuan yang dimiliki tidak dibarengi dengan adab yang benar dan keterampilan yang mumpuni. Ini membuat orang lain eneg dan mau muntah.
Kemudian seperti apa mereka yang punya skill tapi tidak memiliki attitude dan knowledge? Maaf, ini seperti sebagian besar sopir angkot. Saya katakan sebagian besar, karena tidak semua sopir angkot seperti itu. Coba lihat kurang pintar bagaimana sopir angkot nyetir? Mereka begitu lihai dan cekatan bisa nyelip-nyelip. Tapi apakah mereka perhatikan etika berkendara? Apakah mereka berpikir cara mereka mengemudi itu berpotensi terjadinya kecelakaan yang akan merugikan orang lain? Orang-orang ini akan bertindak berdasarkan “biasanya” bukan berdasarkan pengetahuan yang benar dan diimplementasikan dengan cara yang benar. Biasanya tidak apa-apa kok, biasanya bisa kok, biasanya bisa lolos kok dan saat terjadi incident/accident, mereka anggap itu adalah saat apes.
Padahal yang terjadi sebenarnya bukan karena apes. Mereka tidak berpikir, saat “biasanya tidak apa-apa” karena ada yang mampu menghindar. Saat “biasanya bisa kok” karena saat itu kebetulan melakukan hal yang benar. Saat “biasanya bisa lolos kok” karena saat itu petugas screening sedang kurang teliti, atau sistemnya sedang error. Sehingga saat petugas screening teliti mereka kena apes, saat tidak ada yang bisa menghindar mereka celaka, saat tidak tepat melakukan implementasi, kesalahan mereka langsung terlihat. Saat ditanya: “mengapa melakukan hal ini?” mereka akan jawab: “yaaa biasanya juga begini, tapi tidak apa-apa, tidak ada masalah.”
Jadi intinya, attitude, knowledge dan skill adalah “Tiga Serangkai” dalam satu paket komplit yang tidak boleh dibuang salah satunya. Skill (keterampilan) yang dimiliki akan benar-benar bermanfaat saat kalian benar-benar tahu kapan harus diimplementasikan dengan aturan yang benar.
Jadi, seorang Profesional itu adalah :
“Keterampilan atau keahlian (skill) yang dihasilkan melalui ilmu pengetahuan (knowledge) yang benar dan diimplementasikan dengan tindakan yang santun dan benar (good attitude).”
Lakukan ini untuk bisa lolos seleksi alam.
“Hal-hal besar selalu dimulai dari ribuan langkah kecil. Mereka yang merasa terlalu hebat untuk melakukan hal-hal kecil, sesungguhnya adalah orang-orang yang terlalu kecil untuk diminta melakukan hal-hal besar.”
Salam…